Menurut Mahfud, di dalam negara demokrasi orang dibenarkan menulis apapun asalkan obyektif dan tidak mengandung nada menfitnah. Jika itu sudah dilakukan, maka si penulis harus dilindungi haknya. Tapi, di dalam negara demokrasi juga, tidak dibenarkan dan harus dipidanakan jika si penulis mencemarkan nama baik orang lain dengan dalil kebebasan menulis dan berpendapat. "Mari kita lihat melihat masalah ini secara obyektif saja," kata Mahfud MD seusai jumpa pers "Refleksi Kinerja 2009 dan Proyeksi MK 2010" di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/12).
Hal yang wajar, bagi Mahfud jika ada orang yang merasa difitnah hendak memproses kehadiran buku itu ke kepolisian. Sebab, dari prokontra kehadiran buku kontroversi yang berkembang di tengah masyarakat belakang ini, Mahfud menangkap ada suatu sikap yang disebut 'kegenitan'.
Kegenitan dalam arti, jika pemerintah bertindak melakukan penarikan buku, maka beberapa pihak menganggap itu sebagai tindakan otoriter. Di sisi lain, pihak tersebut harus dianggap benar dan dilindungi. Tentu saja, itu tidak bisa disebut suatu demorasi.
Dalam hal ini, Mahfud juga mengimbau masyarakat bisa melihat arti dan makna demokrasi secara seimbang. Jika tidak, maka bisa menimbulkan tindakan anarkis. "Pemerintah dibiarkan dikritik dan orang bebas menulis. Tapi, di satu pihak kalau orang yang menulis dan berpendapat seenaknya yang menimbulkan fitnah, juga harus diproses secara hukum. Kalau tidak begitu kita akan anarkis, bukan demoktatis. Demokrassi dan anarki, letaknya tipis. Demokrasi tanpa kebenaran itu namanya anarki," tandasnya.
Saat ditanya, apakah dirinya tertarik membaca buku 'Gurita Cikeas' tersebut, Mahfud katakan "Sejak dulu, saya tidak pernah tertarik membaca buku-buku George. Sehingga saya tidak baca. Nggak pernah tertarik, karena masih banyak buku-buku lain yang lebih menyita perhatian saya," katanya.
sumber : http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/31107/melihat-gurita-cikeas-harus-secara-obyektif
No comments:
Post a Comment