Monday, September 6, 2010

Bara: Tindakan Kolonel Adjie Suradji Tidak Boleh Jadi Preseden

Jakarta - Tindakan Anggota TNI AU Kolonel Adjie Suradji mengkritik langsung Panglima Tertinggi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), merupakan bentuk insubordinasi. Dalam hirarki kemiliteran tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan. Apalagi sang kolonel mencantumkan nama insititusi TNI AU.

Hal tersebut diungkapkan Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Bara Hasibuan, kepada detikcom, Selasa (7/9/2010).

"Dalam demokrasi kekuasaan sipil atas militer adalah mutlak. Konsekuensinya militer dan setiap perwira harus tunduk dan loyal kepada pemimpin pemerintahan yang juga panglima tertinggi.  Jadi apa yang dilakukan Kolonel Suradji melanggar 
rules of the game dan substansi demokrasi dan membuat preseden buruk untuk kemudian hari," tegas Bara.

Di samping itu, lanjut Bara, organisasi militer mempunyai
code of conduct yang sangat jelas. Para prajurit tidak diperbolehkan mengkritik atau bahkan menentang atasan. Kalau seorang prajurit merasa tidak setuju atau cocok dengan atasan maka dia bisa mengundurkan diri.

Di negara dengan demokrasi yang lebih matang seperti Amerika Serikat (AS) hal ini juga berlaku. Jenderal McChristal, komandan pasukan AS di Afghanistan, dan anggota stafnya yang  mengeluarkan komentar tidak pantas terhadap Presiden Obama dan Wapres Biden di majalah 
The Rolling Stone langsung ditegur dan diminta mengundurkan diri oleh Obama.

"Kasus  Kolonel Suradji ini sebetulnya lebih parah, karena ia dengan sadar menulis dan mengirimkan opini ke suatu surat kabar, " kata Bara Hasibuan.

Bara menambahkan, pemerintahan demokratis bisa saja dianggap mengecewakan atau gagal sehingga menimbulkan ketidakpuasan, misalnya dalam bidang ekonomi atau perang melawan korupsi. Pendekatan melihat persoalan bisa saja berbeda-beda. Setiap pemimpin juga memilki gaya masing-masing.

Tetapi, kata Bara lagi, dalam konteks bernegara keberadaan prajurit dan organisasi militer koridornya sudah jelas. Apabila prajurit punya hak untuk mengekspresikan ketidakpuasan atau kekecewaan secara terbuka maka akan sangat berbahaya. Ha tersebut dapat mengarah kepada politik anarki.

Menurut Bara, siapa pun boleh kecewa kepada pemerintah, baik tehadap kebijakan maupun gaya kepemimpinan. Tetapi pengawasan terhadap kinerja presiden sudah jelas, yaitu DPR dan juga publik. Sedangkan TNI adalah bawahan presiden yang tunduk dan patuh menjalankan kebijakan.

"Apa jadinya kalau prajurit bisa mengekpresikan kekecewaan secara terbuka? Bisa saja ekspresi kekecewaan kemudian berlanjut atau menginspirasikan perwira lainnya untuk melakukan aksi terbuka untuk melawan pemimpin atau panglima tertinggi. Karenanya, sang kolonel harus diberi sanksi agar tidak menjadi preseden ke depannya, " jelas Bara.



SUMBER : detiknews.com

No comments:

Post a Comment