Wednesday, December 30, 2009

Dan Gembel pun Bergaya Hidup Mobile


Jika Anda ditanya tentang karakter orang Indonesia, jawab saja seperti ini: Masyarakat Indonesia adalah pengguna layanan Friendster nomor 2 terbesar di dunia, pengguna layanan Plurk nomor 2 terbesar di dunia, pengguna layanan Blogger nomor 2 terbesar di dunia, dan pengguna layanan Facebook (pernah menjadi) nomor 2 terbesar di dunia.
Jika masih kurang, tambahkanlah fakta bahwa masyarakat Indonesia juga merupakan pencipta traffic nomor 2 terbesar di dunia pada browser Opera mini (yang umumnya terpasang pada ponsel atau PDA). Sebanyak 63% dari traffic tersebut ”mbulet” pada situs-situs media sosial (social media) seperti tercermin dengan gamblang pada lead di atas.
Masih ada lagi? Masih. Indonesia juga menduduki peringkat nomor 2 di dunia sebagai konsumen iklan impresi pada situs dalam jejaring AdMob. Secara pertumbuhan, malah merupakan yang tertinggi di dunia.
Lantas, perlu pula disampaikan bahwa pengguna layanan Yahoo! Go terbesar di Asia ada di negeri ini. Sedang secara worldwide, posisinya ada di nomor 2. Sayangnya, beberapa bulan lalu layanan ini dipungkasi oleh Yahoo! Sendiri.
Fakta-fakta tersebut dikompilasi oleh I Made Harta Wijaya, Vice President, VAS & Product Development, PT Exelcomido Pratama (XL) dalam seminar New Wave of Mobile Internet dalam rangkaian Indonesia Cellular Show, Juni 2009.
 
Masyarakat Gaul
Dari data-data tersebut dapat disimpulkan secara agak kasar bahwa masyarakat Indonesia pada hakekatnya memiliki hasrat bersosialisasi yang sangat tinggi. Bahkan hebatnya juga, sering mereka menjadi yang terdepan, early adopter, dan tetap bercokol dalam pusat pusaran trend pergaulan dunia tersebut ketika pusarannya makin membesar dan menggerus makin banyak orang tersedot ke dalamnya.
Contoh yang paling kentara adalah partisipasi masyarakat pada layanan Facebook. Pada awal tahun 2009 ini, pengguna di Indonesia langsung menggebrak di papan atas secara jumlah, hingga sempat menduduki posisi nomor 2 terbanyak di dunia. Seperti api disiram minyak, kobarnya membesar dan melahap apa saja. Mei tahun ini, jumlahnya masih sebesar sekitar 3 juta orang, namun pada bulan November, jumahnya sudah membengkak menjadi 12 juta orang. Tak heran jika pertumbuhan anggota absolut per minggunya tercatat merupakan yang tertinggi di dunia.
Aktivisme pergaulan orang Indonesia di Facebook ini menyaingi negara-negara besar dan modern yang secara teknologi sudah berada dalam tataran advance. Berikut ini urutan jawara Facebooker di dunia menurut checkfacebook.com (per 3 November 2009):
1.        Amerika Serikat          94,748,820
2.         Inggris                         22,261,080
3.         Turki                            14,215,880
4.         Prancis                         13,396,760
5.         Kanada                        13,228,380
6.         Italia                            12,581,060
7.         Indonesia                    11,759,980
8.         Spanyol                       7,313,160
9.         Australia                      7,176,640
10.       Filipina                        6,991,040
Tak begitu lama sebelumnya, dunia jejaring sosial di Tanah Air didominasi oleh demam Friendster. Sampai dengan akhir Desember 2008, menurut laporan “State of the Mobile Web” dari Opera, Friendster merupakan layanan jejaring sosial (salah satu bentuk dari social media) yang paling banyak digunakan di Indonesia. Pertumbuhan sepanjang tahun untuk Friendster adalah Friendster mencatatkan pertumbuhan 670,94 persen. Facebook, saat itu, masih berada di urutan ketiga, namun pertumbuhannya sangat mencengangkan, yaitu setinggi 4379,23 persen. Wajar jika pada bulan Juni tahin 2009, laporan yang sama menunjukkan bahwa posisi nomor urut satu sudah ditempati oleh Facebook.
Bagi masyarakat Indonesia, Facebook juga identik dengan Internet melalui ponsel atau dalam bahasa konseptual: mobile Internet. Sebelumnya, di era Friendster, akses jejaring sosial masih sangat terbatas dilakukan melalui PC atau laptop. Dengan kehadiran Facebook, masyarakat dengan suka rela dan tanpa paksaan mengakses mobile Internet. Malah dalam banyak kasus, mereka tak tahu bahwa apa yang dilakukannya adalah Internetan via ponsel, yang mereka tau hanyalah Facebook-an.
Tak heran jika tahun 2009 ini menjadi saksi fenomena demam ”ponsel untuk Facebook”, baik kelas ponsel elit BlackBerry maupun ponsel-ponsel bikinan Cina yang dimirip-miripkan dengan BlackBerry. Jika BlackBerry dibeli orang untuk urusan bisnis (umumnya malu diakui sebagai ponsel untuk Facebook-an), maka ponsel Cina dengan gagah perwira dijual dengan embel-embel ”ponsel Facebook-an”. Dengan harga yang dipatok murah, peluncuran ”ponsel Facebook” ini selalu menciptakan fenomena antrean panjang.
Secara demografis, para pengantre ”ponsel Facebook” itu mungkin merupakan kelas masyarakat menengah-bawah dalam strata sosial. Namun tak bisa dipungkiri bahwa secara faktual, mereka jugalah yang merupakan komunitas baru pengguna mobile Internet yang makin hari makin meningkat. Menurut Opera, jumlah pengakses Internet melalui peranti bergerak, yaitu ponsel dan sejenisnya, di Indonesia saat ini adalah sekitar 9 juta pengguna. Mereka ini rata-rata mengakses 591 halaman situs per bulannya. Sekali lagi ini merupakan prestasi, merupakan jumlah yang sangat tinggi di dunia, melampaui rata-rata dunia yang hanya 250 halaman.
Jadi, mungkin sebaiknya semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis mobile Internet membarui pola pikir lama mereka yang menempatkan industri ini dalam jagad yang elitis. Kini, pengakses layanan itu bisa saja mereka yang rela berjuang mengantre dalam terik matahari sepanjang subuh sampai maghrib hanya untuk mendapatkan harga promosi dari sebuah ponsel yang bisa Facebook-an. Dandanannya mungkin gembel bin belel, tapi mereka aktif mengakses Internet secara mobile. Selera musiknya mungkin saja buruk, namun mereka mabuk Facebook.
 
Berkah bagi Operator
Made Harta Wijaya menambahkan, rasio pendapatan operator telekomunikasi Indonesia dari voice dan non-voice dari tahun 2008 sampai tahun 2012 masih akan relatif tetap secara persentase, yaitu sekitar 67% dan 33%. Namun secara nominal, pendapatan dari non-voice yang pada tahun 2008 mencapai 25 triliun rupiah, pada tahun 2012 diperkirakan akan mencapai 36 triliun. Dan dari 36 triliun rupiah itu, 60%-nya, atau senilai 21,6 triliun, akan merupakan pendapatan dari Value Added Service. Sisanya yang 14,4 triliun ditangguk dari SMS.
Bagi operator, pertumbuhan pesat layanan semacam jejaring sosial ini memiliki konsekuensi baru. Sebelumnya, operator berkutat pada layanan VAS tradisional yang satuan ukurannya adalah jumlah konten yang dikonsumsi oleh pengguna. Contohnya adalah: ringback tone (RBT), mobile advertising, aplikasi, content seperti game atau ringtone, dan IVR (Interactive Voice Response).
Sedang dengan jejaring sosial dibutuhkan perhitungan-perhitungan yang berbeda. Satuan ukuran yang digunakan tak lagi sesederhana hitungan jumlah konten yang di-download pengguna, melainkan jumlah halaman yang dikunjungi. Dalam hal ini operator lebih menjual layanan mobile data/Internet, dan memiliki dua pilihan jualan: berbasis kapasitas atau berbasis waktu.
Maraknya jejaring sosial juga memudahkan operator dan vendor handset mengemas dagangan. Kalau dulu semua operator sibuk memberi edukasi tentang GPRS, 3G atau 3,5G, kini mereka tidak perlu lagi bersusah-payah berkutat dengan istilah-istilah yang kurang seksi tersebut. Kini, mereka cukup menyebut-sebut aplikasi-aplikasi jejaring sosial macam Facebook, Twitter atau Yahoo! Messenger, dan umumnya pelanggan tidak rewel dengan infrastruktur data macam apa yang digunakan di baliknya.
Jadi, apakah tahun-tahun ke depan ini merupakan masa panen bagi operator? Dengan tingkat pertumbuhan pengguna data yang begitu pesat, dapat dikatakan bahwa memang ”ladang sudah siap untuk ditanami”, tak perlu lagi bersusah-payah membajak dan mencangkul, cuaca juga sedang bagus-bagusnya. Ibaratnya, operator tinggal memilih ”tanaman” (apa saja) yang paling bisa berkembang dan menguntungkan.
Hanya saja, problem pemilihan ”tanaman” alias konten yang harus dijual memang dari dulu merupakan kerja yang tidak sederhana. Kali ini Facebook merupakan layanan yang paling laris, yang mungkin merupakan sesuatu yang unprecedented untuk masa satu dekade lalu. Tahun depan, mungkin social networking masih tetap berjaya, namun mungkin pula bersalinrupa menjadi bentuk interaksi sosial digital lain.
Yang jelas, kabar baiknya, tidak pernah ada trend turun dalam volume penggunaan mobile Internet. Hanya saja margin keuntungan dan Average Rate Per User (ARPU) layanan voice dan non-voice memang cenderung terus-menerus turun.
Perang tarif yang terjadi pada layanan voice juga telah merembet ke perang tarif pada layanan non-voice. Jika dicermati, tingkat harga yang ditawarkan oleh layanan akses data unlimited saat ini yang berkisar 150-200 ribuan per bulan sama levelnya dengan ARPU yang dinikmati oleh para operator di masa jaya layanan voice. Kisaran yang sama berlaku untuk layanan BlackBerry Internet Service (BIS).
Malah jika kebutuhan layanan data Anda bisa dibatasi pada akses email dan chatting, kocek Anda bisa dibatasi untuk hanya mengeluarkan dana sebesar sekitar 50 ribu rupiah per bulan melalui berbagai layanan BlackBerry versi ”irit” alias lite yang digelar oleh beberapa provider BlackBerry di Indonesia.
Lucunya, terjadi ironi dalam soal BlackBerry. Ponsel pintar yang tak salah bila digolongkan ke dalam kasta ”ponsel ningrat” ini di Tanah Air mendapat ”sentuhan egaliter”. Adalah XL yang memelopori tarif termurah berbasis harian untuk layanan BlackBerry, yaitu sebesar 5000 rupiah per hari. Malah kemudian disusul dengan tarif “starter” 2000 rupiah untuk hari pertama registrasi.
Poinnya adalah bahwa mulai ada perang tarif layanan data, sebagaimana belum lama terjadi di sektor voice. Maraknya Facebook dan layanan jejaring sosial lainnya adalah indikator mutlak makin terjangkaunya tarif akses data di Tanah Air. Dari sisi konsumen, ini adalah berita gembira.Kebutuhan eksis dan narsis akan dapat terselenggara dengan biaya yang masuk akal.
Namun dari sisi operator, bisa jadi ini merupakan penyebab pening kepala. Jika terjadi perang tarif yang konyol seperti pada masa lalu, maka sudah pasti mereka tak akan sempat mengeruk pendapatan dari booming data dalam kurun waktu yang cukup lama. ARPU data akan juga segera melorot drastis. Boleh jadi tahun ini mereka akan bersukaria meraup revenue yang besar dari data. XL, misalnya, menurut Kencono Wibowo, Vice President PT XL Axiata Tbk Central Region, memroyeksikan pertumbuhan pendapatan data dan Internet pada 2010 mencapai 200%. Namun apakah perang tarif akan mampu melestarikan momentum ini? Jangan-jangan tahun depan ini persaingannya akan “all out” cenderung brutal.
Memang perang semacam itu bukan perang yang bisa dihindarkan begitu saja. Malah merupakan perang yang tak boleh ditinggalkan jika tak ingin tersingkir dari bisnis mobile data. Hanya saja operator sebaiknya mengembangkan aplikasi dan konten sendiri tidak sekadar menggantungkan pada aplikasi pihak lain. Dengan kiat ini maka operator bukan hanya sekadar menjadi jalanan yang digunakan oleh layanan orang lain, yang meski ”ada duitnya” namun tetap saja marginnya tidak bisa di-set secara maksimal. Operator perlu aplikasi dan konten yang mengikat pelanggan sekaligus memaksimalkan kekuatan VAS mereka.
Ide aplikasi yang banyak dibicarakan sekarang adalah membonceng hebohnya layanan jejaring sosial dengan cara memboyongnya menjadi ”mobile social networking”. Jejaring sosial ini dapat dijalankan di atas platform data sederhana namun yang masih merupakan kompetensi utama operator: SMS atau MMS. Dengan memiliki sendiri ”killer application”, operator bisa memangkas setidaknya sewa bandwidth, dan juga sekaligus mengoptimalkan resource yang mereka kuasai sendiri.
Harus diakui bahwa menciptakan dan mengedukasi pasar sendiri seperti ini bukan perkara mudah. Lebih mudah menempel ke pusaran trend yang sedang digandrungi dan mengais remah-remah rezeki darinya. Namun masa sih kita tidak bisa membidik kerinduan paling dalam masyarakat sendiri akan sebuah aplikasi yang bisa mewakili budaya dan kebutuhan paling mendasar mereka? Mark Zuckerberg saja bisa membangun Facebook yang diamini masyarakat dunia mampu mewakili hasrat mereka dalam menghidupkan relasi antarmanusia melalui dunia maya. Mengapa kita tidak bisa?
Dan, mari bicara secara idealis, mengembangkan layanan social media yang bagus dan berkualitas berarti ikut membangun bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Mengapa? Karena, menurut Bill Tancer, seorang analis data Internet, saat ini social media telah menggusur pornografi sebagai aktivitas nomor satu, yang paling banyak dilakukan, di Internet.***
(F.X. Bambang Irawan, Editor in Chief of InfoKomputer Magazine, Tabloid PCplus, and Tabloid Sinyal)

sumber : http://www.tabloidpcplus.com/index.php/news/read/4485/Dan%20Gembel%20pun%20Bergaya%20Hidup%20Mobile

No comments:

Post a Comment