Wednesday, December 30, 2009

Gus Dur, Pembebas Etnis Tionghoa


JAKARTA--Indonesia kehilangan satu lagi putra terbaiknya, mantan presiden Republik Indonesia ke-4, Abdurrahman Wahid berpulang pada Rabu (30/12), pukul 18.45, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Lelaki yang akrab dipanggil Gus Dur itu dikenal sebagai tokoh fenomenal di Indonesia. Namun, di antara kisah kontroversi Gus Dur, tak sedikit peran besar yang ditorehkan lelaki peraih sepuluh gelar dokter kehormatan tersebut.

Salah satunya, saat menjabat menjabat Presiden RI pada 1999 - Juli 2001,Gus Dur telah membuat berbagai keputusan menyangkut sejarah bangsa. Keputusannya adalah mencabut PP No 14 Tahun 1967 yang berisi larangan atau pembekuan kegiatan-kegiatan warga Tionghoa.

Dalam dialog "Living in Harmony the Chinese Heritage in Indonesia" yang digelar menyambut Hari Imlek di Jakarta, 30 Januari setahun lalu, Gus Dur meyakini Imlek merupakan perayaan budaya, bukan keagamaan.

"Imlek itu perayaan tani," kata mantan presiden yang kini menjabat ketua umum Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

Gus Dur sendiri mengaku memiliki aliran darah Cina dalam tubuhnya. Darah Cina itu mengalir dari Putri Campa yang menjadi selir Raja Majapahit Brawijaya V yang silsilahnya sampai pada dirinya.

Namun bukan karena alasan itu dirinya mengizinkan perayaan Imlek secara luas ketika menjabat presiden, melainkan demi menjaga pluralitas Indonesia.

Ketika PP No 14 tahun 1967 masih erlaku, praktis peribadatan umat Konghucu dan aktivitas-aktivitasnya harus dipendam. Umat harus sembunyi-sembunyi untuk bersembahyang di kelenteng. Bahkan untuk merenovasi kelenteng pun harus melakukan gerakan "bawah tanah"

Setelah keran yang menyumbat kegiatan itu dicabut, masyarakat Tionghoa boleh dikatakan terbebas dari belenggu selama puluhan tahun. Mereka bisa sembahyang di kelenteng tanpa sembunyi-sembunyi. Bahkan berkat Tokoh Nahdatul Ulama itu, Hari Raya Tionghoa, Imlek pun resmi menjadi hari raya dan hari libur nasional.

Kebebasan yang diraih oleh kalangan Tionghoa itulah yang juga membuat Gus Dur dinobatkan menjadi Bapak Tionghoa, 10 Maret 2004 silam. Di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, kawasan Pechinan Semarang, ketika penobatan dilakukan, Gus Dur pun mengenakan pakaian congosan.

sumber : http://www.republika.co.id/berita/99138/Gus_Dur_Pembebas_Etnis_Tionghoa

No comments:

Post a Comment