Sunday, January 3, 2010

Dampak sistemik ACFTA diperkirakan muncul dalam 6 bulan mendatang

JAKARTA: Kegagalan pemerintah membenahi berbagai problem infrastruktur domestik, termasuk dalam mencukupi pasokan energi sepanjang 2009, membuat industri manufaktur masih sulit menjadi andalan pertumbuhan ekonomi tahun ini.

Dengan daya saing yang tetap rendah sepanjang 5 tahun terakhir, industri nasional akan kesulitan memanfaatkan peluang bisnis dalam kerja sama Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA).

Sebaliknya, pasar domestik berpotensi semakin dibanjiri produk impor dari China sehingga defisit perdagangan nonmigas yang pada 2008 tercatat US$7,16 miliar, akan semakin membengkak.

Zulhefi Sikumbang, Sekjen Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo), menilai pemerintah belum mampu membenahi sistem perekonomian dan gagal menciptakan iklim usaha yang kompetitif dan efisien.

"Bunga bank masih tinggi, BI Rate tidak diikuti oleh turunnya bunga pinjaman. Ini karena 70% perbankan di Indonesia dimiliki asing seperti Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Jerman dan negara lainnya. Mereka sangat menikmati margin spread [selisih margin] bunga yang besar di sini," ujarnya kemarin.

Kondisi infrastruktur yang ada saat ini, kata dia, juga belum mendukung kinerja industri nasional pada 2010 yang diperkirakan lebih baik dibandingkan dengan kondisi tahun lalu.

Dia mencontohkan kemacetan jalan raya secara langsung mengakibatkan biaya transportasi semakin mahal. Begitu pula dengan pasokan listrik yang tidak memadai menyebabkan kegiatan produksi berjalan tidak efisien dengan biaya yang melambung.

Koordinator Forum Pertanian Pangan Indonesia (FPPI) Benny A. Kusbini memperkirakan dampak sistemik dari kerja sama Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) baru akan dirasakan sekitar 6 bulan sejak berlaku efektif 1 Januari 2010.

Menurut Benny, meskipun terlambat, semua problem tersebut harus segera diatasi yang dimulai dengan menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dan reformasi birokrasi, termasuk prilaku pejabatnya.

Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman memperkirakan pangsa pasar tekstil dan produk tekstil lokal pada tahun ini akan menyusut 12% dibandingkan dengan kondisi 2009, dari Rp52 triliun menjadi Rp47 triliun.

Saat dikonfirmasi, Sekjen Departemen Perindustrian Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan kinerja industri pada 2010 justru lebih baik ketimbang posisi 2009 karena dampak negatif dari krisis ekonomi dunia mulai mereda.

Menurut dia, tiga cabang industri vital seperti industri makanan minuman dan tembakau, cabang industri pupuk kimia dan barang dari karet, serta cabang industri alat angkut mesin dan peralatan, akan tumbuh lebih baik.

"Selama kinerja tiga sektor ini terjaga, pertumbuhan industri pada 2010 akan lebih baik dibandingkan dengan kondisi 2009. Target 3,9% pada tahun ini optimistis bisa kami capai," katanya.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady menambahkan dalam pelaksanaan ACFTA, pengawasan surat keterangan asal (SKA) form E ini harus dilakukan lebih ketat.

"Ini penting untuk mencegah masuknya komoditas penumpang gelap [di luar perjanjian ACFTA], baik dari Asean, China, maupun dari negara ketiga," jelasnya. (chamdan@bisnis.co.id)

Reportase: Sepudin Zuhri/Raydion Subiantoro/Yusuf Waluyo Jati/Aprilian Hermawan/Neneng Herbawati

Oleh Chamdan Purwoko
Bisnis Indonesia

sumber : http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/1id153814.html

No comments:

Post a Comment