Sunday, January 3, 2010

'Kontrak gas harus diubah' Produksi urea Pupuk Kaltim 2009 catat rekor 2,95 juta ton

BONTANG: Kontrak pasokan gas antara kontraktor bagi hasil (kontraktor production sharing/KPS) dan industri pupuk nasional harus segera diubah karena dinilai tidak adil.

Selain itu, para pengelola ladang-ladang gas di Tanah Air ditengarai dengan sengaja menetapkan harga tinggi seiring dengan tren permintaan industri yang semakin besar.

Perubahan kontrak tersebut diperlukan agar industri pupuk urea-seluruhnya berstatus badan usaha milik negara/BUMN-memperoleh pasokan gas yang memadai, sehingga dapat berproduksi secara optimal untuk mendukung program ketahanan pangan nasional.

"Model kontrak untuk sumber daya alam di Indonesia secara keseluruhan harus diperbaiki dengan menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan lainnya," ujar Sekretaris Menteri Negara BUMN Said Didu saat menghadiri pengantongan terakhir pupuk urea 2009 di pabrik PT Pupuk Kalimantan Timur, Bontang, Kalimantan Timur, pekan lalu.

Dia menilai perjanjian kontrak gas yang berlaku saat ini tidak adil bagi industri pupuk karena apabila pembeli (pabrik pupuk) tidak memenuhi ketentuan kontrak langsung dikenai denda, tetapi sebaliknya KPS tidak dikenakan sanksi apa pun apabila gagal memenuhi target sesuai kontrak.

"Dalam perjanjian kontrak, KPS hanya menyatakan siap melakukan best effort [upaya terbaik], tetapi tidak didenda apabila tidak dapat memenuhi target, sedangkan apabila pembeli gas domestik gagal sedikit saja langsung dikenakan denda," tegasnya.

Menurut dia, pasokan gas di dalam negeri tersedia dalam volume mencukupi untuk seluruh pabrik pupuk urea. Namun, lanjutnya, KPS menetapkan harga yang terlalu mahal sehingga tidak mungkin dapat diserap oleh industri pupuk.

"KPS hendaknya jangan memanfaatkan situasi dengan memasang harga gas yang kelewat mahal karena melihat industri di dalam negeri sedang butuh banyak gas. Janganlah begitu... Saya melihat ada tanda-tanda ke sana," ujarnya tanpa bersedia menjelaskan level harga yang diminta KPS.

Problem gas, katanya, merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan program revitalisasi industri pupuk nasional terus terhambat, termasuk proyek pembangunan pabrik Kaltim V yang terancam terkatung-katung. Padahal lokasi pabrik Kaltim V berikut pembiayaannya telah siap sepenuhnya.

Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur Hidayat Nyakman mengakui sampai saat ini belum ada kepastian pasokan gas untuk pabrik Kaltim V yang rencananya akan dibangun pada 2010. "Gas ada, tetapi harganya mahal sekali. Kalau tidak ada kepastian pasokan gas, proyek ini tidak saja ditunda, tetapi tidak jadi," katanya.

Kinerja Pupuk Kaltim


Terkait dengan kinerja produksi PT Pupuk Kalimantan Timur, Hidayat mengungkapkan sepanjang 2009 BUMN yang dipimpinnya itu membukukan angka produksi tertinggi sejak beroperasi 30 tahun lalu, yakni sebesar 2,95 juta ton atau 99% dari kapasitas terpasang 2,98 juta ton.

Pencapaian tersebut berkat terpenuhinya kebutuhan gas sebesar 230 MMscfd (juta kaki kubik standar per hari) seiring dengan penurunan permintaan gas dari sejumlah negara akibat krisis global.

Dengan adanya penurunan permintaan dari pasar global, KPS mengoptimalkan pasokan gas untuk pabrik pupuk di dalam negeri.

"Produksi urea pada 2009 merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah perusahaan, bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian rekor pada 2005 yang mencapai volume 2,6 juta ton," ujarnya.

Angka produksi 2009 tersebut lebih tinggi 7,3% dari rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) yang ditetapkan sebesar 2.748.600 ton.

Selain urea, PKT juga membukukan angka produksi tertinggi untuk amoniak yakni sebesar 1.880.087 ton atau 101,6% dari kapasitas terpasang sebesar 1,85 juta ton per tahun.

Khusus untuk NPK, lanjutnya, produksi tercatat 119.641 atau sedikit lebih rendah dari target sebesar 125.000 ton.

Direktur Pemasaran PT Pupuk Kaltim Iga Bagus Agra Kusuma menambahkan sepanjang 2009 Pupuk Kaltim mendistribusikan 2,87 juta ton urea di mana sebanyak 2,1 juta ton merupakan urea bersubsidi untuk sektor pangan, sedangkan untuk perkebunan dan industri sebanyak 555.000 ton serta 208.000 ton untuk pasar ekspor.

"Sepanjang 2009 nyaris tidak ada isu kelangkaan urea, khususnya di wilayah pemasaran Pupuk Kaltim karena kami sudah menerapkan sistem RDKK [rencana definitif kebutuhan kelompok] sehingga urea disalurkan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan," katanya.

Direktur Keuangan Eko Sunarko menambahkan Pupuk Kaltim meraih laba (sebelum audit dan sebelum pajak) sebesar Rp667 miliar serta memperoleh rating AAA (triple A) berdasarkan penilaian kinerja dari BPKP dan akuntan independen. (chamdan@ bisnis.co.id)

Oleh Chamdan Purwoko
Bisnis Indonesia

sumber : http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/manufaktur/1id153828.html

No comments:

Post a Comment