Tuesday, January 5, 2010

Konflik Garuda-Freeport Kental Muatan Non-Teknis


INILAH.COM, Jakarta - Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menilai, konflik PT Garuda Indonesia dan PT Freeport Indonesia yang berujung pada terhentinya penerbangan Garuda ke Timika sejak 4 Januari 2010, kental dengan muatan non-teknis.

"Mestinya meski stok avtur terbatas, Garuda harus dilayani terbatas juga, bukan distop sama sekali. Ini aneh karena Merpati juga tak ada masalah," katanya di Jakarta, Selasa (5/1).

Menurut Dudi, Bandara Mozes Kilangin Timika dengan status internasional sejak 2008, sudah terikat sebagai milik publik dan ketentuan penerbangan internasional.

"Meski bandara itu dibangun oleh Freeport, mestinya pengelola (AVCO) sama dengan PT AP (Angkasa Pura) I dan II dalam melayani operator penerbangan. Tidak ada bedanya," katanya.

Dudi juga menilai tindakan pengelola bandara yang menyetop suplai avtur kepada pesawat Garuda itu bertentangan dengan nilai-nilai keselamatan dan keamanan (safety) penerbangan universal yang harus dijunjung setinggi-tingginya.

"Ini keterlaluan. Apalagi, jika benar bahwa persoalan itu dipicu oleh arogansi petinggi Freeport yang gagal memaksakan diri untuk diangkut oleh penerbangan Garuda yang mengalihkan penerbangan ke Jayapura sebelumnya," katanya.

Dudi juga mendapatkan pengakuan dari sang pilot Garuda yang juga Ketua Umum Federasi Pilot Indonesia (FPI) Manotar Napitupulu bahwa untuk dilayani kembali, petinggi Garuda harus meminta maaf kepada PT Freeport.

"Jika informasi ini benar, betapa arogannya PT Freeport Indonesia," kata Dudi

Regulasi internasional menyebutkan, pesawat yang mengalihkan pendaratan di bandara lain karena alasan safety, dilarang menaikkan dan menurunkan penumpang di bandara itu, kecuali kondisi darurat.

"Pesawat terikat dengan kewajiban menghantarkan penumpang hingga ke bandara tujuan," kata Dudi.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan juga menegaskan, pengelola Bandara Umum Mozes Kilangin, Timika, Papua telah menyalahi prosedur seharusnya.

"Itu (penghentian suplai secara mendadak, red) menyalahi prosedur standar operasi bandara," kata Dirjen Perhubungna Udara, Kementerian Perhubungan, Herry Bakti S. Gumay.

Penghentian pasokan suplai BBM itu sendiri diduga terkait dengan penolakan Garuda untuk mengangkut petinggi PT Freeport Indonesia, ketika mengalihkan pendaratan ke Jayapura, sehari sebelumnya.

Menurut Herry, sesuai prosedur operasi bandara, penghentian pasokan avtur tidak bisa dilakukan mendadak, tetapi harus jauh hari sebelumnya, antara lain melalui notam (notice to airman).

"Saya sudah tegur Kepala Bandara Timika yang kebetulan dikelola oleh PT AVCO (Airfast Aviation Fasilities Company). Sanksinya sedang dikomunikasikan," katanya.

Padahal, kata Herry, sebagai bandara khusus untuk melayani umum, berdasarkan KM 14/2008, seharusnya mampu melayani operator penerbangan sesuai dengan standar minimum yang ada.

Kendati begitu, Herry mengaku bahwa berdasarkan surat edaran AVCO, stok BBM jenis avtur dilaporkan terbatas sejak 25 Desember 2009 yakni hanya 8000 liter per hari.

Namun Kepala Bandara Mozes Kilangin, kata Herry, sudah merevisi dan mencabut surat tanggal 3 Januari 2010 itu dan menyatakan bahwa sejak 4 Januari 2010 mampu melayani minimum BBM avtur kepada operator.

"Pasokannya sudah meningkat jadi 9.000 liter avtur per hari," katanya. [*/cms]

sumber : http://inilah.com/news/ekonomi/2010/01/05/262012/konflik-garuda-freeport-kental-muatan-non-teknis/

No comments:

Post a Comment