Saturday, January 2, 2010

Produk China Gempur Pasar Lokal


JAKARTA (Pos Kota) – |Buntut diberlakukannya perdagangan bebas ASEAN dan China yang sudah berlaku per 1 Januari 2010, pedagang lokal di Ibukota termasuk di Pasar Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, kini makin gigit jari menghadapi serbuan produk luar khususnya China.
Pasalnya, sejak 5 tahun terakhir ini saja produk China mulai dari barang elektronik hingga pakaian
termasuk pakaian dalam sudah menggempur pasaran lokal. Harga produk China yang jauh lebih murah serta kualitas yang tak kalah jelek, menyebabkan produk tersebut mampu dengan cepat menguasai
pasaran lokal.
Tak heran, kini produk dalam negeri menjadi terasing di negara sendiri. Sungguh ironis! Ujung-ujungnya sejumlah pedagang mengeluh, di tahun baru 2010 ini bukannya optimis penjualan bakal meningkat dibanding tahun lalu.
Namun sebaliknya, bayangan kebangkrutan telah siap di depan mata. Apalagi jika pemerintah ‘tutup mata’ akan hal ini. Terutama tidak mampu berbuat banyak dalam membantu usaha kecil dan mikro dari ambang kehancuran, karena makin tak berkutik menghadapi era
perdagangan bebas.
“Dimulainya perdagangan bebas se-ASEAN apalagi dari China yang sudah mulai sejak 1 Januari 2010, membuat kami makin kelimpungan dalam melanjutkan usaha,” keluh Hidayat,40, pedagang pakaian
dewasa dan anak-anak yang berjualan di lantai dasar blok BKS No 59-60 Pasar Cipulir, Kebayoran Lama, Sabtu (2/1).
.
Sebelum dicanangkannya ketentuan internasional di bidang perdagangan tersebut, Hidayat maupun pedagang lainnya di pasar tersebut mengaku sudah amat morat-marit agar bisa tetap berjualan. Apalagi produk pakaian China belakangan ini terus menjejali pasaran domestik dengan keunggulan harga lebih murah ketimbang produk lokal ditambah modelnya yang sangat variatif alias trendy.
“Sesuai hukum ekonomi, tentu saja pembeli pasti akan membeli produk yang harganya lebih murah dan syarat lainnya modelnya harus selalu terbaru,” tambah Hidayat.
Memulai usaha sejak tahun 1991, Hidayat bersama bosnya memproduksi sendiri pakaian khususnya celana panjang jeans dan bahan untuk anak-anak serta dewasa. Untuk menghemat biaya produksi, produk sengaja di buat di Pekalongan, Jawa Tengah.
Jika penjualan sedang ramai seperti menjelang Idul Fitri, bisa seminggu dua kali barang dagangan itu dipasok dari Pekalongan. Adapun jika hari biasa, minimal seminggu. Bahkan bisa dua minggu sekali jika omset sedang melorot.
Di tokonya, ia tidak melayani eceran melainkan lusinan. Satu lusin celana jeans untuk anak-anak misalnya, dijual mulai harga Rp 460 ribu/lusin dan untuk dewasa Rp 660 ribu/lusin. Sedangkan celana
bahan untuk ukuran dewasa berkisar Rp 600 ribu/lusin. Dibandingkan dengan produk buatan China, celana jeans anak-anak tersebut bisa dijual dengan harga Rp 360 ribu/lusin.
Dari penjualan celana bahan dewasa misalnya, Hidayat mengaku keuntungan yang diperoleh paling banter Rp 60 ribu/lusin. Pasalnya, selain sudah terbentur pada mahalnya ongkos jahit juga bahan
material seperti kancing, resleting dan asesoris juga sudah membengkak. Upah jahit untuk celana bahan dewasa Rp 12 ribu/potong ditambah modal bahan celana dan asesoris seluruhnya sudah Rp 540 ribu/lusin.
“Kami nggak berani ambil untung banyak, karena bisa jadi pelanggan pada kabur ke pedagang lainnya yang menjual harga lebih murah. Apalagi produk pakaian China makin menggurita saja,” timpal Hidayat dengan nada getir yang diamini sejumlah pedagang lainnya.
Kegelisahan juga dirasakan Azis, pedagang di Pasar Cipulir yang sejak tahun 1990 memproduksi dan menjual kemeja pria dewasa. Bengkel kerjanya juga berpusat di Pekalongan, Jawa Tengah sengaja
demi menghemat biaya produksi.
Di tokonya, ia melayani penjualan eceran dan lusinan. Satu kemeja
pria tangan pendek misalnya dijual Rp 25 ribu/potong dari modal sekitar Rp 22.500/potong. Sedangkan kemeja pria tangan pendek buatan Cina bisa dijual di bawah Rp 20 ribu/potong.
“Gempuran pakaian produk China memang sangat membuat kami selaku pedagang kecil menjadi ketar-ketir,” keluh Azis, “Nggak tahu nih apakah bisa bertahan atau nanti cukup jadi pedagang saja.”
Terlepas dari itu, Hidayat menambahkan, pihaknya tetap berusaha menggaet para pelanggannya agar tidak berpaling seratus persen ke produk Cina. Asalkan, mutu jahitan dan mutu bahan tetap dijaga.
Kedua hal inilah yang diakuinya, menjadi kelemahan dari pakaian produk Cina. “Pakaian buatan China memang lebih murah dibanding buatan lokal. Tapi selama ini kualitas jahitan apalagi bahannya ternyata masih lebih bagus buatan kita,” ujarnya bangga.
Di samping itu lanjut Hidayat, pemerintah harus cepat bertindak meski memang tidak bisa berbuat banyak sebagai konsekuensi era perdagangan bebas tersebut. Kecuali pemerintah gencar melakukan
pembinaan bagi pedagang dan pelaku usaha kecil/mikro seperti penambahan modal dengan bunga rendah, peningkatan mutu produk serta pemasaran agar lebih dikenal masyarakat luas.
Syarat lainnya, pemerintah dan masyarakat diimbau agar mampu meningkatkan rasa cinta tanah air (nasionalisme) yang salah satunya cinta akan produk dalam negeri. Jangan tergiur dengan produk luar
yang berbuntut menyengsarakan produk domestik.
“Aku Cinta Produk Indonesia yang dulu pernah digembor-gemborkan saat  Orde Baru hendaknya kini mulai digalakkan kembali. Jangan hanya slogan oleh kalangan pejabat yang pada akhirnya tidak direspon positif oleh rakyatnya,” tandas Hidayat.
Di pusat perbelanjaan di Jaksel misalnya di kawasan Blok M, produk China kini makin menguasai pasar.
Mulai dari sepatu, tas, pakaian, barang elektronik hingga pernak pernik lainnya yang menjadi incaran konsumen. Jika kondisi ini terus berlanjut, cepat atau lambat produk lokal bakal hancur yang pada akhirnya bakal menambah jumlah pengangguran dan menyengsarakan rakyat. Sekarang ini saja dengan membengkaknya jumlah pengangguran akibat makin terbatasnya dunia kerja, membuat aksi  kriminalitas meningkat. Rakyat miskin makin keleleran.
Tentu kita tidak ingin republik yang susah payah dibela mati-matian oleh para pejuang, pada akhirnya hanya akan menjadi negara ‘mandul’ yang tidak mampu menyejahterakan rakyatnya dari belenggu kemiskinan.
(rachmi/sir)

sumber : http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/01/03/produk-china-gempur-pasar-lokal

No comments:

Post a Comment